Basij di Iran: Antara Identitas Militer dan Keterlibatan Politik

Basij, sebuah organisasi yang tersebar luas di seluruh Iran, telah lama menjadi subjek perdebatan publik—terutama terkait peranannya dalam politik. Dengan struktur komando yang mencakup pangkat tinggi seperti kolonel dan brigadir jenderal, serta akses terhadap senjata api seperti Kalashnikov, granat, dan RPG, pertanyaan mendasar pun muncul: apakah Basij adalah kekuatan militer, dan jika ya, apakah pantas mereka terlibat dalam politik?

Basij: Militer atau Sipil?

Para pendukung keterlibatan Basij dalam politik berargumen bahwa Basij bukanlah institusi militer formal, melainkan kumpulan rakyat biasa yang berorganisasi. Karena itu, mereka merasa tidak melanggar larangan Imam Khomeini (rah) yang menegaskan bahwa militer tidak boleh ikut campur dalam urusan politik.

Namun, jika kita merujuk pada definisi umum kekuatan militer—yaitu organisasi yang memiliki:

  • Struktur komando yang hierarkis

  • Personel yang terorganisir

  • Akses terhadap senjata api

...maka Basij jelas memenuhi semua kriteria tersebut. Bahkan, jika Basij tidak dianggap sebagai kekuatan militer, maka sulit untuk mendefinisikan apa itu militer di Iran.

Politik dan Ketimpangan Kekuatan

Dalam sistem demokrasi, politik seharusnya menjadi arena kompetisi yang setara. Ketika kekuatan bersenjata seperti militer ikut campur, keseimbangan ini terganggu. Senjata memberi keunggulan yang tidak dimiliki oleh kelompok sipil atau partai politik, sehingga menciptakan ketimpangan dalam persaingan politik.



Inilah alasan utama mengapa Imam Khomeini melarang militer terlibat dalam politik—untuk menjaga integritas demokrasi dan mencegah dominasi kekuatan bersenjata atas kehendak rakyat.

Dimensi Sipil dalam Basij

Meski Basij memiliki komponen militer, ada juga anggota sipil yang tidak bersenjata dan tidak memiliki pangkat militer. Mereka berasal dari berbagai lapisan masyarakat—pegawai negeri, pedagang, pelajar—dan biasanya terlibat dalam kegiatan budaya atau sosial. Keterlibatan politik dari kelompok ini tidak menjadi masalah selama tidak berada di bawah bayang-bayang dukungan militer.

Namun, jika aktivitas politik mereka didukung oleh kekuatan bersenjata, maka perbedaan antara sipil dan militer menjadi kabur, dan prinsip netralitas militer kembali dipertanyakan.

Kehormatan Militer vs Kepentingan Politik

Menjadi bagian dari militer adalah kehormatan besar di banyak negara, termasuk Iran. Basij memiliki sejarah panjang dalam membela tanah air selama Perang Iran-Irak. Namun, ketika militer terlibat dalam politik partisan, mereka mempertaruhkan martabat nasional demi kepentingan kelompok tertentu.

Imam Khomeini pernah berkata, “Basij adalah sekolah cinta.” Namun beliau juga menegaskan bahwa militer tidak boleh terlibat dalam politik. Sayangnya, kutipan pertama sering dikutip dengan bangga, sementara kutipan kedua jarang ditampilkan berdampingan.

Penutup

Jika para pendukung Basij ingin tetap setia pada ajaran Imam Khomeini, maka mereka harus konsisten: tidak cukup hanya mengutip kata-kata beliau yang mendukung semangat perjuangan, tetapi juga harus menghormati larangan beliau terhadap campur tangan militer dalam politik. Jika Basij adalah kekuatan bersenjata, maka mereka harus tunduk pada prinsip tersebut. Jika tidak, maka klaim kesetiaan terhadap Imam menjadi selektif dan kontradiktif.  [asriran]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jenjang Karir Pelajar Agama di Iran: Dari Talabeh hingga Akhund dan Seterusnya

Mengapa Perbedaan Hari Lahir Rasulullah Disebut Minggu Persatuan di Iran?

Ilmu di Bintang Soraya dan Orang Persia: Dari Hadis Hingga Kenyataan di Iran